Senin, 28 Desember 2009

Tahun Baru Hijriyah 1431 H

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisaa : 100)

Baru saja kita meninggalkan tahun 1430 Hiriyah, dan ini berarti sudah 1430 tahun lalu peristiwa hijrah berlalu. Meskipun jarak waktu antara kita dengan peristiwa hijrah Nabi dan sahabat terpaut rentang waktu yang panjang, namun peristiwa hijrah memberikan inspirasi yang begitu mendalam dalam kehidupan seorang Muslim.
Mengapa perhitungan kalender Islam di mulai dari peristiwa hijrah Nabi saw? Mengapa tidak dimulai di hari kelahiran atau wafatnya beliau? Karena peristiwa hijrah memiliki banyak pelajaran bagi generasi sesudahnya seperti kita:


Pertama, peristiwa hijrah memberikan semangat optimis pada umat Islam. Bahwa di tengah badai intimidasi dan tekanan kaum Quraisy, pada akhirnya akan mendapat pendukung yang akan menopang dan membela dakwah Islam. Yaitu kaum Anshar yang menerima dakwah dan mempersilakan kaum muslimin tinggal di Madinah, tempat yang aman untuk melaksanakan ibadah dan menentukan nasibnya.
Kedua, Hijrah merupakan titik tolak memasuki fase baru, dari fase penanaman tauhid selama di Makkah kepada pase penataan hukum dan sosial di Madinah. Oleh karena itu ayat-ayat Makkiyah banyak membahas tentang keesaan Allah SWT, sedangkan ayat-ayat Madaniyah lebih banyak membahas tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan. Ini menunjukkan bahwa jika prinsip akidah dan keyakinan sudah lurus, maka akan sangat mudah dalam menata kehidupan sosial.
Ketiga, Hijrah merupakan momentum konsoslidasi internal umat Islam antara Muhajirin yang berasal dari Makkah dan kaum Anshor yang berasal dari Madinah. Mereka dipersaudarakan dengan ikatan aqidah shahihah (benar). Karena itu momentum tahun 1431 H ini hendaknya dijadikan sebagai momentum merajut ukhuwah Islamiyah antar umat Islam. Sebab kekuatan utama umat Islam hanyalah dua; yakni kekutan iman dan kekuatan ukhuwah. Dalam sejarah perjuangan umat Islam, mereka tidak bisa dikalahkan oleh hanya karena kekurangan senjata dan jumlah pasukan, namun umat Islam dikalahkan lebih karena lemahnya ukhuwah di internal umat Islam.
Keempat, Hijrah adalah momentum untuk menjadikan masjid sebagai sentral kegiatan umat Islam, bukan hanya kegiatan keagamaan saja, namun juga kegiatan sosial lainnya. Bahkan mesjid pada saat itu dijadikan sebagai tempat bermusyawarah dan melatih pasukan kaum muslimin. Oleh karena itu, aktifitas pertama Rasululah saw setibanya di Madinah adalah membangun masjid. Mesjid pertama yang dibangun adalah mesjid Quba, yang dalam al-Qur’an disebut sebegai mesjid yang didirikan atas dasar semangat ketaqwaan (masjidun ussisa ‘alattaqwa).
Kelima, hijrah adalah momentum untuk mengasah kembali komitmen kita untuk hidup karena dan untuk Allah. Sebab saat sebelum hijrah, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Maka barangsiapa yang hijrah karena Allah dan membela Rasul-Nya, maka ia mendapat pahala hijrahnya. Namun barangsiapa yang hijrah dikarenakan tujuan dunia yang akan didapatnya, atau karena ingin mendapatkan wanita yang akan dinikahinya, maka ia mendapat apa yang diniatkan (dan tidak mendapat pahala apa-apa)’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, hijrah memberikan kepada kita semangat juang dan tidak terpokus pada seorang tokoh saja. Itulah sebabnya perhitungan kalendar Islam tidak dimulai dari hari kelahiran Nabi saw, namun dari peristiwa hijrah Nabi saw. Semangat perjuangan hijrah itulah yang diambil, sehingga memberikan pelajaran, bahwa umat Islam harus mengambil semangat juang dan tidak terpokus pada sosok individu tokoh dalam perjuangannya. Kerja kolektif (amal jama’i) adalah kekuatan untuk mencapai kemajuan.
Ketujuh, hijrah adalah momentum untuk meninggalkan kebiasaan dan amal buruk. Karena makna hijrah adalah meninggalkan. Jika makna aslinya adalah meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka makna abstraknya adalah meninggalkan kebiasaan buruk menuju kebiasaan yang baik. Meninggalkan perbuatan yang dimurkai Allah , menuju perbuatan yang diridhoi Allah SWT. Meninggalkan kebodohan menuju ilmu pengetahuan. Meninggalkan kemusyrikan menuju pemurniaan aqidah. Meninggalkan keterbelakangan menuju kemajuan.
Kedelapan, hijrah adalah memontem perluasan dakwah Islam. Sebab sejak hijrah dan mendirikan negara Madinah itulah, Rasulullah saw mengirim surat kepada kabilah-kabilah Arab dan negara-negara tetangga, termasuk Romawi dan Persi, berisi ajakan agar mereka memeluk agama Islam. Berisi ajakan agar mereka meninggalkan agama jahiliyah dan trinitas. Ini juga mengisayaratkan, bahwa Islam bukan hanya untuk bangsa Arab saja, namun Islam untuk seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman yang artinya, “Tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS: Al-Anbiya: 107).
Sudah saatnya kita merenungi semangat makna hijrah di awal tahun baru hijrah 1431 H ini. Kemudian kita jadikan itu sebagai perbaikan diri kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita. Wallahu a’lam
Tahun Baru Hijriyah 1431 H

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisaa : 100)

Baru saja kita meninggalkan tahun 1430 Hiriyah, dan ini berarti sudah 1430 tahun lalu peristiwa hijrah berlalu. Meskipun jarak waktu antara kita dengan peristiwa hijrah Nabi dan sahabat terpaut rentang waktu yang panjang, namun peristiwa hijrah memberikan inspirasi yang begitu mendalam dalam kehidupan seorang Muslim.
Mengapa perhitungan kalender Islam di mulai dari peristiwa hijrah Nabi saw? Mengapa tidak dimulai di hari kelahiran atau wafatnya beliau? Karena peristiwa hijrah memiliki banyak pelajaran bagi generasi sesudahnya seperti kita:


Pertama, peristiwa hijrah memberikan semangat optimis pada umat Islam. Bahwa di tengah badai intimidasi dan tekanan kaum Quraisy, pada akhirnya akan mendapat pendukung yang akan menopang dan membela dakwah Islam. Yaitu kaum Anshar yang menerima dakwah dan mempersilakan kaum muslimin tinggal di Madinah, tempat yang aman untuk melaksanakan ibadah dan menentukan nasibnya.
Kedua, Hijrah merupakan titik tolak memasuki fase baru, dari fase penanaman tauhid selama di Makkah kepada pase penataan hukum dan sosial di Madinah. Oleh karena itu ayat-ayat Makkiyah banyak membahas tentang keesaan Allah SWT, sedangkan ayat-ayat Madaniyah lebih banyak membahas tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan. Ini menunjukkan bahwa jika prinsip akidah dan keyakinan sudah lurus, maka akan sangat mudah dalam menata kehidupan sosial.
Ketiga, Hijrah merupakan momentum konsoslidasi internal umat Islam antara Muhajirin yang berasal dari Makkah dan kaum Anshor yang berasal dari Madinah. Mereka dipersaudarakan dengan ikatan aqidah shahihah (benar). Karena itu momentum tahun 1431 H ini hendaknya dijadikan sebagai momentum merajut ukhuwah Islamiyah antar umat Islam. Sebab kekuatan utama umat Islam hanyalah dua; yakni kekutan iman dan kekuatan ukhuwah. Dalam sejarah perjuangan umat Islam, mereka tidak bisa dikalahkan oleh hanya karena kekurangan senjata dan jumlah pasukan, namun umat Islam dikalahkan lebih karena lemahnya ukhuwah di internal umat Islam.
Keempat, Hijrah adalah momentum untuk menjadikan masjid sebagai sentral kegiatan umat Islam, bukan hanya kegiatan keagamaan saja, namun juga kegiatan sosial lainnya. Bahkan mesjid pada saat itu dijadikan sebagai tempat bermusyawarah dan melatih pasukan kaum muslimin. Oleh karena itu, aktifitas pertama Rasululah saw setibanya di Madinah adalah membangun masjid. Mesjid pertama yang dibangun adalah mesjid Quba, yang dalam al-Qur’an disebut sebegai mesjid yang didirikan atas dasar semangat ketaqwaan (masjidun ussisa ‘alattaqwa).
Kelima, hijrah adalah momentum untuk mengasah kembali komitmen kita untuk hidup karena dan untuk Allah. Sebab saat sebelum hijrah, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Maka barangsiapa yang hijrah karena Allah dan membela Rasul-Nya, maka ia mendapat pahala hijrahnya. Namun barangsiapa yang hijrah dikarenakan tujuan dunia yang akan didapatnya, atau karena ingin mendapatkan wanita yang akan dinikahinya, maka ia mendapat apa yang diniatkan (dan tidak mendapat pahala apa-apa)’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, hijrah memberikan kepada kita semangat juang dan tidak terpokus pada seorang tokoh saja. Itulah sebabnya perhitungan kalendar Islam tidak dimulai dari hari kelahiran Nabi saw, namun dari peristiwa hijrah Nabi saw. Semangat perjuangan hijrah itulah yang diambil, sehingga memberikan pelajaran, bahwa umat Islam harus mengambil semangat juang dan tidak terpokus pada sosok individu tokoh dalam perjuangannya. Kerja kolektif (amal jama’i) adalah kekuatan untuk mencapai kemajuan.
Ketujuh, hijrah adalah momentum untuk meninggalkan kebiasaan dan amal buruk. Karena makna hijrah adalah meninggalkan. Jika makna aslinya adalah meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka makna abstraknya adalah meninggalkan kebiasaan buruk menuju kebiasaan yang baik. Meninggalkan perbuatan yang dimurkai Allah , menuju perbuatan yang diridhoi Allah SWT. Meninggalkan kebodohan menuju ilmu pengetahuan. Meninggalkan kemusyrikan menuju pemurniaan aqidah. Meninggalkan keterbelakangan menuju kemajuan.
Kedelapan, hijrah adalah memontem perluasan dakwah Islam. Sebab sejak hijrah dan mendirikan negara Madinah itulah, Rasulullah saw mengirim surat kepada kabilah-kabilah Arab dan negara-negara tetangga, termasuk Romawi dan Persi, berisi ajakan agar mereka memeluk agama Islam. Berisi ajakan agar mereka meninggalkan agama jahiliyah dan trinitas. Ini juga mengisayaratkan, bahwa Islam bukan hanya untuk bangsa Arab saja, namun Islam untuk seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman yang artinya, “Tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS: Al-Anbiya: 107).
Sudah saatnya kita merenungi semangat makna hijrah di awal tahun baru hijrah 1431 H ini. Kemudian kita jadikan itu sebagai perbaikan diri kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita. Wallahu a’lam
SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1431 H

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1431 H kepada umat Muslim. Semoga di tahun yang baru ini Allah memberikan kekuatan untuk menjadikan amal ibadah kita menjadi lebih baik, menambah spirit tuk selalu berbuat kebaikan dan semakin bermanfaat bagi banyak orang-orang di sekitar kita.

Kalender Hijriyah atau Kalender Islam, adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Di kebanyakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Hijriyah menggunakan sistem kalender lunar (komariyah). Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M.

Mengikuti tahun hijriyah akan lebih mengakrabkan kita dengan alam, dan otomatis akan lebih mendekatkan kita kepada Allah Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Setiap awal tahun hijriyah seperti ini kita seharusnya sebagai umat Islam segera membangun semangat baru untuk meningkatkan ketakwaan dalam diri kita. Meningkatkan ketaatan kepada Allah. Dan kita segera mengucapkan pada hari-hari yang telah lewat dari tahun 1430 H. "Selamat jalan, selamat menjadi teguran sejarah atas segala kekurangan dan kami berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang telah menyebabkan malapetaka dan kesengsaraan terhadap hidup kami di dunia maupun di akhirat".

Sebenarnya ada hal yang menarik dari setiap kita memasuki tahun baru yaitu munculnya kesadaran baru dalam diri kita. Kesadaran akan beberapa hal : Pertama, kesadaran bahwa diakui atau tidak usia kita telah berkurang. Sementara investasi pahala untuk simpanan di akhirat masih sangat tipis, dibanding nikmat-nikmat Allah yang setiap detik selalu mengalir yang tiada putus-putusnya. Dari segi ini saja kita seharusnya merasa malu, di mana kita yang mengaku sebagai hamba Allah tetapi dalam banyak hal orientasi kita menkonsumsi nikmat-nikmat Allah dan lupa bersyukur kepadaNya, bahkan kita sering mengaktualisasaikan diri kita sebagai hamba dunia. Kita masih saja lebih banyak sibuk menginvestasi kepentingan dunia dari pada investasi untuk akhirat. Semoga semangat untuk membangun kemegahan akhirat lebih kuat dari semangat untuk membangun kemegahan dunia. Kedua, pada tanggal 1 Muharram kita menyaksikan suatu perubahan waktu yang ditandai oleh pergeseran alam, yaitu munculnya bulan sabit tahun baru di ufuk barat. Dari sini kita menyaksikan diri kita berjalan seirama dengan perjalanan segala wujud di alam ini. Allah SWT yang menciptakan semua mahluk, selalu mengajarkan kita agar senantiasa memperhatikan kebesaraNya dengan menyaksikan keteraturan dan kerapian ciptaanNya di alam semesta ini. Untuk itu kita diajarkan pula agar dalam menjalani ibadah kepadaNya selalu memperhatikan waktu-waktu tertentu yang sejalan dengan perputaran tata surya.

Jika memang beribu kekurangan melekat pada diri kita ditahun sebelumnya, semoga di tahun ini kita bisa membenahi dan memperbaiki semua kekurangan tersebut, dan jika seandainya hal-hal yang sudah dirasa baik yang melekat pada diri kita, mudah-mudahan dapat ditingkatkan perihal kebaikan tersebut atau paling tidak dipertahankan. Semoga kita mampu mengatasi dan melewati segala bentuk ujian hidup yang senantiasa melekat dan mutlak adanya dalam kehidupan ini.